KEBIJAKAN PERDAGANGAN LUAR NEGERI

Nama : Dina Eldiana
NPM : 22210059
Kelas : 1EB18
Tugas Softskill Perekonomian Indonesia minggu ke-12

Perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain atas dasar kesepakatan bersama. Penduduk yang dimaksud dapat berupa antarperorangan (individu dengan individu), antara individu dengan pemerintah suatu negara atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain. Di banyak negara, perdagangan internasional menjadi salah satu faktor utama untuk meningkatkan GDP. Meskipun perdagangan internasional telah terjadi selama ribuan tahun,dampaknya terhadap kepentingan ekonomi, sosial, dan politik baru dirasakan beberapa abad belakangan. Perdagangan internasional pun turut mendorong Industrialisasi, kemajuan transportasi, globalisasi, dan kehadiran perusahaan multinasional .
• pemerintah harus melakukan pemerataan kesejahteraan sosial bagi kaum menengah kebawah juga,,karna semuanya itu diatur dalam undang-undang negara republik indonesia.
• menyediakan lapangan pekerjaan yang seluas luas nya untuk mereka yang belum mwmperoleh pekerjaan.
• mengatasi kesenjangan sosial di daerah-daerah.
• menangkap seluruh koruptor-koruptor yang mengambil uang rakyat tanpa pandang bulu,supaya masyarakat tidak tertipu terus menerus.
• tidak menyusahkkan rakyat kecil dengan kebijakan yang mengada ada...
• dlll,...
demikian peran pemerintah untuk mengatasi masalah-masalah ekonomi yang terjadi saat ini,agar semua teratasi pemerintah harus melakukan secara intens.supaya kondisi ekonomi indonesia tetap stabil atau bahkan meningkat.
Pertumbuhan ekonomi dunia yang melambat belakangan ini ditambah kenaikan harga-harga komoditas penting, termasuk bahan pangan dan minyak bumi, tampaknya akan mengarah kepada terjadinya resesi ekonomi global.

Kondisi ini akan semakin menyulitkan pemerintah dalam mengatasi masalah kemiskinan di Indonesia yang masih tergolong tinggi. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, jumlah penduduk miskin di Indonesia pada Maret 2007 mencapai 37,2 juta jiwa atau sekirq 16,6% dari seluruh penduduk.

Ini bukan suatu jumlah yang sedikit. Dari jumlah ini, 13,6 juta orang berada di wilayah perkotaan (atau 12,5% dari total penduduk perkotaan) dan 23,6 juta berada di wilayah pedesaan (atau sekitar 20,4% total penduduk pedesaan). Masalah kemiskinan tersebut diperparah lagi dengan melonjaknya harga-harga kebutuhan pokok dalam beberapa bulan terakhir. Harga beras, kacang kedelai, susu, dan minyak goreng naik.

Angka inflasi bulan Januari dan Februari 2008 sebesar 1,77% dan 0,65% yang mana sekitar separuhnya disumbang oleh kenaikan harga bahan makanan. Minyak tanah yang merupakan bahan bakar utama bagi rakyat kecil untuk memasak pun semakin langka. Kalaupun ada, harganya kerap sudah membubung tinggi.


Kondisi-kondisi ini menyebabkan masyarakat miskin dan masyarakat berpendapatan tetap dan rendah semakin terimpit persoalan-persoalan ekonomi yang membuat mereka semakin tidak berdaya dan akhirnya mengambil jalan pintas. Fakta menyedihkan tersebut tecermin dari berita baru-baru ini dari Makassar yang menyatakan bahwa seorang ibu yang sedang hamil tujuh bulan beserta bayinya meninggal dunia akibat kelaparan setelah tidak makan selama tiga hari.


Salah satu stasiun televisi Tanah Air belum lama ini juga menayangkan laporan tentang beberapa anak yang mengalami busung lapar yang terjadi di berbagai daerah di Indonesia. Meski fenomena ini mungkin pernah terjadi sebelumnya, paling tidak peristiwa-peristiwa ini sekali lagi membuka mata kita lebar-lebar bahwa kemiskinan bukan hanya data di atas kertas, tetapi sudah merupakan fakta yang mengkhawatirkan.

Memang permasalahan ekonomi yang mendera masyarakat Indonesia tidak semata berasal dari persoalan ekonomi dalam negeri. Kenaikan harga minyak mentah dunia yang sudah melebihi USD109 per barel membuat ruang gerak fiskal pemerintah semakin terbatas karena beban subsidi melonjak sehingga penghematan harus dilakukan di sana-sini, termasuk untuk urusan-urusan yang menyangkut kesejahteraan rakyat.

Penyebab lainnya adalah kenaikan harga-harga komoditas pangan pokok yang disebabkan tingginya permintaan dunia dan gagal panen akibat perubahan iklim global yang tidak kondusif. Tingginya permintaan beberapa komoditas pangan seperti minyak sawit (crude palm oil/CPO) juga tidak terlepas dari upaya untuk mendapatkan energi alternatif menyusul tingginya harga minyak mentah dunia.

Kebijakan ke Depan

Berbagai kebijakan pengendalian harga komoditas pangan telah dilakukan pemerintah, tetapi saat ini masih belum efektif. Misalnya, dalam upaya mengatasi meningkatnya harga minyak goreng, sejak 1 Februari lalu pemerintah telah memberlakukan penangguhan pajak pertambahan nilai (PPN) minyak goreng.

Sebelumnya, pemerintah telah memberlakukan pungutan ekspor CPO untuk mengurangi insentif melakukan ekspor yang berlebihan agar menambah pasokan di dalam negeri karena kebutuhan domestik sebenarnya hanya 15-20% dari total produksi CPO nasional. Tetapi harga minyak goreng masih sangat tinggi. Selain kebijakan tersebut, pemerintah juga telah beberapa kali melakukan operasi pasar langsung untuk masyarakat miskin atas komoditas-komoditas pangan seperti minyak goreng dan beras,namun sering kurang tepat sasaran.

Mengingat ancaman resesi global di depan mata dan melihat kurang efektifnya kebijakan pemerintah di bidang harga tersebut, program-program semacam jaring pengaman sosial (JPS) bagi kaum miskin harus segera dijalankan secara terkoordinasi di antara instansi terkait, baik di pusat maupun di daerah.JPS lebih diarahkan pada pemberian kailnya, bukan ikannya.

Pemberian ikan kepada si miskin, seperti bantuan langsung tunai (BLT), tidak akan mendidik rakyat karena akan membuat rakyat malas. Dalam jangka panjang, hal tersebut dapat mengurangi produktivitas. Sebab itu, kebijakan yang dilakukan adalah memberikan kail berupa kebijakan meningkatkan akses pekerjaan dan permodalan kepada si miskin.

Misalnya, proyek padat karya yang memberdayakan si miskin dan menciptakan bank khusus untuk si miskin ala Grameen Bank seperti di Bangladesh. Kebijakan lain yang tidak kalah penting, pemerintah perlu membuat perencanaan anggaran negara yang pro kepada rakyat miskin (pro-poor budget) dengan menetapkan prioritas dan alokasi anggaran yang khusus digunakan untuk peningkatan kualitas kesejahteraan kaum miskin.

Termasuk di dalamnya anggaran untuk program-program pemberdayaan kaum miskin dan memperluas kesempatan kerja dan berusaha. Sudah saatnya kita tidak lagi berpolemik soal angka kemiskinan karena fakta tragis sudah ada di depan mata kita semua. Tindakan ekstracepat harus dilakukan pemerintah selaku pemegang amanat rakyat untuk, paling tidak, mampu mencegah terulangnya kejadian-kejadian kelaparan, bahkan kematian, sebagai dampak dari kemiskinan.

Setiap anggota masyarakat hendaknya juga peduli dengan lingkungan sekitar agar dapat membantu upaya-upaya pemerintah mengatasi masalah kemiskinan dan kelaparan ini. Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan sama sekali tidak terkait dengan kebijakan Bank Indonesia.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS