NAMA : DINA ELDIANA
NPM : 22210059
KELAS : 4EB20
TUGAS KE-12 SOFTSKILL ETIKA PROFESI AKUNTANSI
A. BENTURAN KEPENTINGAN
Benturan kepentingan adalah perbedaan antara kepentingan
ekonomis perusahaan dengan kepentingan ekonomis pribadi direktur, komisaris,
atau pemegang saham utama perusahaan.
Perusahaan menerapkan kebijakan bahwa personilnya harus
menghindari investasi, asosiasi atau hubungan lain yang akan mengganggu, atau
terlihat dapat mengganggu, dengan penilaian baik mereka berkenaan dengan
kepentingan terbaik perusahaan. Sebuah situasi konflik dapat timbul manakala
personil mengambil tindakan atau memiliki kepentingan yang dapat menimbulkan
kesulitan bagi mereka untuk melaksanakan pekerjaannya secara obyektif dan
efektif.
Benturan kepentingan juga muncul manakala seorang karyawan,
petugas atau direktur, atau seorang anggota dari keluarganya, menerima
tunjangan pribadi yang tidak layak sebagai akibat dari kedudukannya dalam
perusahaan. Apabila situasi semacam itu muncul, atau apabila individu tidak
yakin apakah suatu situasi merupakan benturan kepentingan, ia harus segera
melaporkan hal-hal yang terkait dengan situasi tersebut kepada petugas
kepatuhan perusahaan. Apabila manajemen senior perusahaan menetapkan bahwa
situasi tersebut menimbulkan benturan kepentingan, mereka harus segera
melaporkan benturan kepentingan tersebut kepada komite pemeriksa.
Berikut ini merupakan berberapa contoh upaya perusahaan /
organisasi dalam menghindari benturan kepentingan :
1. Menghindarkan diri dari tindakan dan situasi yang dapat
menimbulkan benturan kepentingan antara kepentingan pribadi dengan kepentingan
perusahaan.
2. Mengusahakan lahan pribadi untuk digunakan sebagai kebun
perusahaan yang dapat menimbulkan potensi penyimpangan kegiatan pemupukan.
3. Menyewakan properti pribadi kepada perusahaan yang dapat
menimbulkan potensi 4.penyimpangan kegiatan pemeliharaan.
B. ETIKA DALAM TEMPAT KERJA
Dalam pandangan rasional tentang perusahaan, kewajiban moral
utama pegawai adalah untuk bekerja mencapai tujuan perusahaan dan menghindari
kegiatan-kegiatan yang mungkin mengancam tujuan tersebut. Jadi, bersikap tidak
etis berarti menyimpang dari tujuan-tujuan tersebut dan berusaha meraih
kepentingan sendiri dalam cara-cara yang jika melanggar hukum dapat dinyatakan
sebagai salah satu bentuk “kejahatan kerah putih”.
Adapun beberapa praktik di dalam suatu pekerjaan yang
dilandasi dengan etika dengan berinteraksi di dalam suatu perusahaan, misalnya:
1. Etika Terhadap Saingan
Kadang-kadang ada produsen berbuat kurang etis terhadap
saingan dengan menyebarkan rumor, bahwa produk saingan kurang bermutu atau juga
terjadi produk saingan dirusak dan dijual kembali ke pasar, sehingga
menimbulkan citra negatif dari pihak konsumen.
2. Etika Hubungan dengan Karyawan
Di dalam perusahaan ada aturan-aturan dan batas-batas etika
yang mengatur hubungan atasan dan bawahan, Atasan harus ramah dan menghormati
hak-hak bawahan, Karyawan diberi kesempatan naik pangkat, dan memperoleh
penghargaan.
3. Etika dalam hubungan dengan publik
Hubungan dengan publik harus dujaga sebaik mungkin, agar
selalu terpelihara hubungan harmonis. Hubungan dengan public ini menyangkut
pemeliharaan ekologi, lingkungan hidup. Hal ini meliputi konservasi alam, daur
ulang dan polusi. Menjaga kelestarian alam, recycling (daur ulang) produk
adalah uasha-usaha yang dapat dilakukan perusahaan dalam rangka mencegah
polusi, dan menghemat sumber daya alam.
C. AKTIVITAS BISNIS INTERNASIONAL - MASALAH BUDAYA
Seorang pemimpin memiliki peranan penting dalam membentuk
budaya perusahaan. Hal itu bukanlah sesuatu yang kabur dan hambar, melainkan
sebuah gambaran jelas dan konkrit. Jadi, budaya itu adalah tingkah laku, yaitu
cara individu bertingkah laku dalam mereka melakukan sesuatu.
Tidaklah mengherankan, bila sama-sama kita telaah kebanyakan
perusahaan sekarang ini. Para pemimpin yang bergelimang dengan fasilitas dan
berbagai kondisi kemudahan. Giliran situasinya dibalik dengan perjuangan dan
persaingan, mereka mengeluh dan malah sering mengumpat bahwa itu semua karena
SDM kita yang tidak kompeten dan tidak mampu. Mereka sendirilah yang membentuk
budaya itu (masalah budaya). Semua karena percontohan, penularan dan panutan
dari masing-masing pemimpin. Maka timbul paradigma, mengubah budaya perusahaan
itu sendiri.
Budaya perusahaan memberi kontribusi yang signifikan terhadap
pembentukan perilaku etis, karena budaya perusahaan merupakan seperangkat nilai
dan norma yang membimbing tindakan karyawan. Budaya dapat mendorong terciptanya
prilaku. Dan sebaliknya dapat pula mendorong terciptanya prilaku yang tidak
etis.
D. AKUNTABILITAS SOSIAL
Akuntabilitas sosial sering kali diartikan menjadi sebuah
pendekatan yang menempatkan kontrak sosial sebagai sebuah instrumen dasar dalam
mengembangkan prinsip akuntabilitas dari praktek pemerintahan.
Guna mewujudkan maksimalisasi kinerja akuntabilitas sosial,
secara umum, terdapat sejumlah faktor yang sering dijadikan sebagai prasyarat
pokok bagi pelaksanaan akuntabilitas sosial. Faktor-faktor tersebut, antara
lain:
1. Keberadaan Mekanisme yang Menjembatani Hubungan antara
Negara dan Masyarakat
Usaha untuk mewujudkan sebuah akuntabilitas sosial dalam
praktek pemerintahan, banyak bertumpu pada ada tidaknya sejumlah mekanisme yang
mampu menjembatani hubungan antara negara dan masyarakat. Mekanisme ini mempunyai
makna strategis, sebab, pertukaran informasi, dialog dan negosiasi dapat
dilakukan oleh berbagai elemen baik dari negara maupun dari masyarakat melalui
sejumlah mekanisme tersebut. Keberadaan mekanisme yang menjembatani hubungan
negara dan masyarakat, di tingkatan operasional, dapat dijadikan sebagai
instrumen untuk memperkenalkan cara-cara baru, kesempatan-kesempatan baru serta
program-program baru bagi interaksi negara dan masyarakat yang sederhana dan
efektif. Selain itu, keberadaan mekanisme ini juga bisa digunakan untuk
memperbaiki, memperbarui serta mereformasi berbagai mekanisme, sistem dan aktor
yang telah ada dan dianggap usang. Contoh kongkret dari mekanisme yang
menjembatani hubungan antara negara dan masyarakat adalah keberadaan Dinas
Komunikasi dan Informasi dari setiap Pemerintah Kabupaten dan Kota. Dinas ini
dibentuk tidak untuk pengendalian informasi, namun sebaliknya, justru untuk
meniadakan informasi yang asimetris antara negara dan masyarakat.
2. Keinginan dan Kapasitas dari Warga Negara dan Aktor-aktor
Civil Society yang Kuat untuk Secara Aktif Terlibat dalam Proses Akuntabilitas
Pemerintah
Adanya keinginan dan kapasitas yang kuat dari warga negara
dan aktor-aktor Civil Society untuk terlibat dalam proses akuntabilitas
pemerintah merupakan prasyarat penting bagi terwujudnya akuntabilitas sosial.
Dalam aras praksis, faktor ini acap kali berbenturan dengan sejumlah persoalan
seperti: fakta lemahnya elemen Civil Society dan adanya pemikiran bahwa warga
negara kurang berdaya.
3. Keinginan dan Kapasitas dari Politisi dan Birokrat untuk
Mempertimbangkan Masyarakat
Keberadaan faktor ini menjadi demikian penting, sebab,
hambatan terbesar bagi perwujudan akuntabilitas sosial sering kali berasal dari
keengganan para politisi dan birokrat untuk membuka semua informasi serta
mendengarkan setiap pendapat masyarakat. Banyak pengalaman yang menunjukkan
bahwa kepekaan politisi dan birokrat terhadap aspirasi masyarakat dapat merubah
pola interaksi antara negara dan masyarakat. Pada titik ini, pola interaksi
kedua elemen tersebut dapat semakin disinergikan, sehingga terbentuk sebuah
pola interaksi yang bersifat timbal balik antara aktor-aktor baik yang berasal
dari negara maupun masyarakat.
4. Lingkungan yang Memungkinkan
Maksudnya adalah proses perwujudan akuntabilitas sosial juga
menuntut adanya lingkungan politik, ekonomi dan budaya yang memadai. Pada ranah
politik, sebuah proses akuntabilitas sosial tidak mungkin berhasil, manakala
tidak didukung oleh keberadaan rejim yang demokratis, adanya sistem multi partai
serta pengakuan legal-formal dari hak-hak sipil dan politik dari warga negara.
Demikian juga di ranah ekonomi dan budaya, sebuah upaya perwujudan
akuntabilitas sosial akan menjadi sia-sia ketika lingkungan sosial dan ekonomi
tidak menyediakan kesempatan bagi warga negara untuk memperoleh akses
partisipasi yang sama di kedua ranah tersebut.
E. MANAJEMEN KRISIS
Krisis merupakan keadaan yang tidak stabil dimana perubahan
yang cukup menentukan mengancam, baik perubahan yang tidak diharapkan ataupun
perubahan yang diharapkan akan memberikan hasil yang lebih baik . Sebab
Krisis Krisis terjadi apabila ada benturan kepentingan antara organisasi dengan
publiknya. Secara umum dapat dijelaskan bahwa penyebab krisis adalah : Sebab
umum : – gangguan kesejahtraan dan rasa aman – tanggung jawab sosial diabaikan
Sebab khusus : – kesalahan pengelola yang mengganggu lapisan bawah – penurunan
profit yang tajam – penyelewengan – perubahan permintaan pasar –
kegagalan/penarikan produk – regulasi dan deregulasi – kecelakaan atau bencana
alam.